Bekal pulang kampung

assalamualaykum ya akhi ya ukhti

Beberapa hari yang lalu aku mengantar adikku ke bandara untuk pulang ke rumah orangtuaku. Dia baru menghabiskan beberapa minggu waktu liburannya di rumahku. Karena mengejar jadwal penerbangan, maka diputuskan untuk berangkat dari rumah sekitar jam 05:00. Selepas melaksanakan sholat shubuh, aku bersiap-siap untuk berangkat bersama adikku menuju ke bandara. Aku pastikan kepada adikku “apakah semua bawaan dan tas sudah dimasukkan ke dalam mobil? tanyaku, sudah semua bang ujarnya. Takutnya beberapa barang yang dia beli tertinggal termasuk oleh-oleh buat kerabat. Kemudian aku pastikan lagi kepada dia “kamu sudah sholat shubuh ?, belum bang jawabnya sambil mengenakan sepatunya. Sholat shubuh dulu kataku sambil bergumam dalam hati “yakin sekali dia umurnya akan panjang dalam perjalanan pulang nanti”. 

Dalam perjalanan aku kembali ingatkan kepada adikku bahwa lakukanlah sholat wajib itu setiap waktunya, dan jangan sekedar hanya menggugurkan kewajiban. Pulang ke kampung saja, kamu mempersiapkan perbekalan dan oleh-oleh sedemikian rupa. Memanfaatkan waktu yang terbatas selama liburan untuk mencari itu mencari ini, membeli itu membeli ini. Tetapi untuk pulang ke kampung yang sebenarnya yaitu akhirat kita tidak pernah sesibuk itu mencari perbekalan yaitu amalan-amalan yang nanti akan mendampingi kita kala kematian itu datang.
Ada sebuah nasihat yang mungkin bagus untuk aku tuliskan, yaitu nasihat dari seorang ulama Irak yang bernama Jamaluddin bin al Fajr Abdurrahman (lebih dikenal dengan Imam ibnu Al Jauziy). Dia mengatakan :

“yang wajib bagi seorang yang cerdas ialah mempersiapkan bekal sebelum melakukan perjalanan. Ia tentu tidak tahu hal-hal yang akan menimpa dirinya. Ia pun tak tahu kapan dirinya tiba-tiba dipanggil oleh Allah. Saya melihat banyak orang tertipu dengan masa-masa mudanya, lupa bahwa mereka bisa saja berpisah dengan teman sebayanya secara tiba-tiba. Mungkin seseorang yang merasa dirinya pintar sempat berkata “aku akan sibukkan diriku dengan ilmu, lalu aku beramal kemudian”. Ia kemudian berleha-leha dengan alasan beristirahat. Ia menunda kesempatan untuk bertaubat. Ia larut dalam berbagai gibah, berenang dalam genangan darah saudara-saudaranya. Harta benda datang lewat jalan yang syubhat dan ia terbuat dalam angan untuk menghapus segala nista di kemudian hari. Ia lupa bahwa kematian senantiasa mengintai. Gantungkanlah kematian di pelupuk mata”

InsyaAllah tulisan ini akan tertanam di dalam otakku untuk selalu mengingatkanku bahwa kematian itu kapan saja akan datang menjemputku, aku harus kumpulkan perbekalanku karena aku akan lama tinggal di kampung yang sebenarnya. 

0 komentar:

Posting Komentar