tingkatan Nafsu manusia

Sepertinya bagus untuk di share. berikut tulisan Abdul Fattah Rashid Hamid, Ph.D., seorang psikolog muslim lulusan St. Louis University USA, dalam bukunya “Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual” menyebutkan bahwa perjalanan setiap individu dalam menuju kesempurnaan kepribadiannya akan melewati berbagai tingkatan kepribadian sebagai berikut :

Kepribadian tingkat I : An-Nafs Al-Ammarah


Manusia condong pada hasrat dan kenikmatan dunia. Minatnya tertuju pada pemeliharaan tubuh, kenikmatan selera-selera jasmani dan pemanjaan ego. di tingkat ini iri, serakah, sombong, nafsu seksual, pamer, fitnah, dusta, marah, menjadi yg paling dominant.

Kepribadian tingkat II : An-Nafs Al-Lawwamah

Manusia sudah melawan nafsu jahat yang timbul, meskipun ia masih bingung tentang tujuan hidupnya. Jiwanya sudah melawan hasrat-hasrat rendah yg muncul. Diri masih menjadi subjek yg dikendalikan hasrat-hasrat yg bersifat fisik.

Kepribadian tingkat III : An-Nafs Al-Muhima


Manusia sudah menyadari cahaya sejati tidak lain adalah petunjuk Allah. Semangat taqwa dan mencari ridho Allah adalah semboyannya. Ia tidak lagi mencari kesalahan-kesalahan orang lain tetapi ia selalu introspeksi untuk menjadi hamba Allah yg lurus.

Kepribadian tingkat IV : An-Nafs Al-Qana’ah

Hati telah mantap, merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tertarik dengan apa yg dimiliki oleh orang lain. Ia sudah tidak ingin berlomba untuk menyamai orang lain. Ketinggalan ‘status’ baginya bukan berarti keterbelakangan dan kebodohan.

Kepribadian tingkat V : An-Nafs Al-Mut’mainah

Manusia telah menemukan kebahagiaan dalam mencintai Allah. Ia tidak ingin memperoleh ”pengakuan” dari masyarakat atau pun tentang tujuannya. Jiwanya telah tenang, terbebas dari ketegangan, karena pengetahuannya telah mantap bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah.

Kepribadian tingkat VI : An-Nafs Al-Radiyah

Ini adalah ciri tambahan bagi jiwa yg puas dan tenang. Ia merasa bahagia karena Allah ridho padanya. Ia selalu waspada akan tumbuhnya keengganan yg sepele terhadap kodratnya sebagai abdi Tuhan. Ia patuh pada Allah semata-mata hanya sebagai perwujudan rasa terima kasihnya.

Kepribadian tingkat VII : An-Nafs Al-Kamilah

Merupakan tingkatan manusia yg sempurna. Kesempurnaannya adalah kesempurnaan moral yg telah bersih dari semua hasrat kejasmanian sebagai hasil kesadaran murni akan pengetahuan yang sempurnan tentang Allah. Nabi Muhammad merupakan contoh dari manusia yg telah mencapai tingkatan ini.

di luar tulisan di atas, ada yang pernah menuliskan salah satu nafsu lain yaitu nafsu mutawasilah. yaitu nafsu yang menggelitik manusia untuk mebolakbalikkan fakta.

Biarlah tangan tetep menengadah

Masalah besar, masalah kecil pernah aku hadapi. Beberapa masalah bisa aku lewati, sebagian masalah masih aku hadapi dengan tetap berbaik sangka atas rencana Allah kepadaku. Berbagai keinginan dan cita-citapun aku niatkan dalam hati dan berharap Allah meridhoi. Mengharapkan dihapusnya dosa-dosa yang bergelimang sejak aku baligh sampai saat ini selalu aku impikan. Terbayang banyak sekali tuntutan dan harapan dan sebagainya dalam kehidupan yang aku lewati. Aku selalu memburu ridho, petunjuk dan karunia Allah untuk memecahkan permasalahanku.

Hati merenung, permasalahan sengaja disebar, cobaan sengaja ditebar agar kita kembali kepada Allah swt. Harapan sengaja ditangguhkan agar kita banyak mengengadahkan tangan kepada Allah swt. Ampunan sengaja dirahasiakan agar tangan selalu bergantung ke langit . Menengadahkan tangan ke langit bukan suatu kehinaan tetapi kemuliaan, terlebih lagi bisa disertai dengan pejaman dan tetesan air mata.

Temukanlah Hatimu !

Abu Hamid al Ghazali mengatakan "Temukanlah hatimu di tiga tempat. Pertama, saat membaca Al Quran, kedua saat shalat dan ketiga saat ingat akan kematian!. Kalau ternyata di tiga tempat itu kita tidak menemukan hati kita, maka berdoalah kepada Allah swt. Agar engkau dianugrahi hati, sebab itu berarti kita tidak memiliki hati"

Jika kita menemukan hati kita berada di tiga tempat tadi, insyaAllah kita akan mendapatkan diri kita berada di puncak kebahagian. Sebaliknya, bila tidak ditemukan, berarti kita tidak memiliki hati. Sekalipun demikian, janganlah putus asa mencari hati itu. Dan itu dapat dilakukan dengan cara terus-menerus bersimpuh di pintu Allah swt.

Pertemuan Rasulullah dalam perjalanan mi’raj

Anas berkata, "Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam." Anas berkata, "Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.' Aku (Rasulullah) bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Idris.' Aku melewati Musa lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Musa.' Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, 'Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Isa.' Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.' Aku bertanya,'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Ibrahim as..'

Taubatnya Malik bin Dinar

Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.

Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah. Aku sangat mencintainya. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku. Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.

Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal.

Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.

Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat. Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan. Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendeng
ar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Dia berkata kepadaku: “Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)

Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dia Rohimahullah berkata:

Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi’in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas.
(Misanul I’tidal, III/426).

Sumber: Qiblati edisi 06 tahun II – Maret 2007 M /Shafar 1428 H


Jabir bin Abdillah

Pada hari kiamat manusia akan dikumpulkan di padang Masyar tanpa memakai sehelai kain dan tidak membawa apa-apa.”(hadits)

Nama lengkapnya Jabir bin Abdullah bin Amru bin Haram bin Ka’ab bin Ghonim bin Ka’ab bin Salamah al-Anshory as-Salamy. Nama panggilannya Abu Abdullah, Abu Abdurrahman dan Abu Muhammad. Ibunya, Nasibah binti ‘Uqbah bin ‘Adwy bin Sinan bin Naaby bin Zaid bin Haram bin Ka’ab bin Ghonim. Ayahnya, Abdullah bin Amru al-Khazrojy al-Anshory.

Pada waktu ayahnya hendak memberikan sumpah setia (bai’ah) kepada Rasulullah di Mekkah, beliau ikut dibawa ke sana. Meski menempuh perjalanan jauh, ayahnya bersikeras agar anaknya dapat menyaksikan peristiwa bersejarah itu. Meski usinya masih muda, beliau sudah diperkenalkan dengan Rasulullah oleh ayahnya. Sejak itulah cahaya keimanan terpancar di seluruh gerak badannya. Sejak Rasulullah hijrah ke Madinah, dirinya semakin yakin dan rela meluangkan seluruh waktunya untuk menimba ilmu langsung dari Rasulullah. Maka tidak mengherankan jika kemudian beliau (Jabir) termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah.

Pada waktu terjadi perang Badr dan perang Uhud beliau tidak ikut karena waktu itu dirinya masih kecil. Dan Rasulullah pun tidak memberi izin. Disamping itu ayahnya meminta dirinya untuk menjaga sembilan saudara-saudaranya. Malam sebelum berangkat ke perang Uhud, ayahku memangilku. “Saya melihat bahwa saya akan menjadi orang pertama yang terbunuh dalam perang ini. saya mempunyai hutang, maka nanti bayar hutang itu. Jaga baik-baik saudaramu dan beri nasehat yang baik pada mereka” begitulah bunyi pesan ayahku. Sejak kematian ayahnya, beliau tidak pernah absen dalam semua peperangan bersama Rasulullah. Dari Hajjaj bin as-Showwaf, Abu az-Zubair bercerita bahwa suatu hari Jabir berkata, “Rasulullah ikut perang 21 kali peperangan (dipimpin sendiri) dan saya ikut perang cuma 19 kali.”

Dari Abdul Wahid bin Aiman dari ayahnya berkata, “Suatu hari saya datang ke tempat Jabir. Jabir bercerita bahwa pada waktu perang Khandaq kami semua sibuk mengali parit. Tiba-tiba kami jumpai batu besar. Kami sangat kesusahan untuk memecahkan batu itu. Kemudian kami melapor kepada Rasulullah bahwa batu besar menghalangi galian parit. Semua alat gali yang kami punyai tidak mampu memecahkan batu itu. Rasulullah pun datang ke tempat itu. Untuk mengurangi rasa lapar karena hampir selama tiga hari belum makan, Rasulullah mengikat batu di perutnya. Alat pengali tanah itu diambilnya dan kemudian dipukulkan ke batu itu. Batu keras itu dapat dipecahkan dengan mudahnya. Saya minta izin untuk pulang ke rumah, Rasulullah pun memberikan izin. Sampai di rumah saya berkata pada istriku, “Saya lihat Rasulullah menahan lapar dimana tidak seorang pun sanggup menahan lapar itu. Apa kamu punya sesuatu untuk dimakan?” “Ya, ada sedikit gandum dan kambing kecil (belum setahun)” jawab istriku. Dengan segera aku potong kambing itu dan gandum itu aku buat adonan. Selesai dimasak saya pergi ke tempat Rasulullah. “sayaa punyai sedikit makanan untuk Rasulullah dan seorang atau dua orang lainnya” kataku. “Berapa banyak?”tanya Rasulullah. Akupun menyebutkan jumlahnya. Ketika tahu bahwa makanan itu sedikit sekali dan tidak cukup untuk dimakan (kaum Anshor dan Muhajirin), Rasulullah berkata, “Wahai tentara Khandaq, Jabir telah buat makanan, silahkan datang ke rumahnya.” Setelah itu Rasulullah menoleh ke arahku sembari berkata, “Silahkan kamu pulang temui istrimu, katakan padanya jangan turunkan panci/kendil (dari perampian) dan jangan buat roti sehingga aku datang.” Bergegas aku pun pulang ke rumah. “apakah tentara Khandaq akan makan dengan satu shok gandum, apakah cukup?” batinku berkata. “Wah, celaka ni. Semua tentara Khandaq akan datang ke rumah untuk makan” kataku pada istri. Istri bertanya, “Apakah Rasul tanya berapa banyak makanan itu?” saya jawab, “Iya.” Istri berkata, “Hilangkan kesedihanmu, Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Mendengar ucapan istriku, kegundahan dan kegusaranku hilang. Tak lama kemudian Rasulullah datang bersama tentara Khandak (kaum Anshor dan Muhajirin). “Silahkan masuk” Rasulullah mempersilahkan mereka masuk. “Tolong beri aku adonan roti itu setelah panaskan di pancimu”pinta Rasulullah pada istriku. Setelah jadi roti, daging itu dimasukkan dalam roti. Rasulullah mempersilahkan para sahabat untuk makan. Mereka pun makan dengan lahapnya hingga kenyang. “Demi Allah, mereka telah habiskan makanan itu tapi panci kami masih penuh seperti sediakala”kataku. Selesai makan semua, Rasulullah berkata pada istriku, “Makanlah, setelah itu sedekahkan sebagiannya.” Istriku pun ikut makan. Kemudian membagi-bagikan sisa makanan itu.
Dari Jabir diceritakan bahwa Rasulullah memintakan ampunan kepada Allah untukku 25 kali pada malam Jamal.

Beliau diantara orang-orang Islam yang ikut sumpah setia (bai’ah) Ridwan sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam surat al-Fath;18-19; “Allah sungguh sangat ridho dengan orang-orang mukmin yang memberikan sumpah setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon. Dan juga tahu apa yang terdetik dihati mereka. kemudian Allah turunkan ketenangan dalam hatinya dan dijanjikan kemenangan yang tidak lama lagi. Begitu juga harta rampasan yang banyak…”

Dari Jabir bin Abdullah diceritakan, “Saya dengar suatu hadits Rasulullah dari salah seorang sahabat bahwa dia dengar langsung dari Rasulullah. (karena tidak tahu) kemudian saya beli unta untuk pergi mencari orang itu. Hampir satu bulan aku mencarinya hingga sampai di Syam (Syiria sekarang). Ternyata sahabat yang meriwayatkan itu adalah Abdullah bin Unais. Setelah itu aku datang ke rumahnya. Saya katakan kepada penjaganya, “Tolong sampaikan tuanmu, Jabir menunggu di pintu.” Tak lama dia muncul, “Kamu Ibn Abdullah (anaknya Abdullah)?” saya jawab “iya”. Dia pun keluar sambil merangkulku. Saya tanya, “Ada suatu hadits kononnya kamu dengar dari Rasulullah. Saya khawatir saya wafat atau kamu sebelum saya mendengar hadits itu.” Dia berkata, “Saya dengar Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat manusia akan dikumpulkan di padang Masyar tanpa memakai sehelai kain dan tidak membawa apa-apa.”

Ali bin al-Madini berkata, “Jabir wafat setelah melaksanakan umroh. Dan berwasiat agar orang-orang yang haji tidak usah mensholatinya.” Pendapat lain mengatakan beliau wafat pada tahun 73 Hijriah. Pendapat lain mengatakan beliau hidup selama 94 tahun.

tahukah kita | sholat sunnah yang paling dijaga oleh Rosulullah

Yang paling utama dari sholat-sholat sunnah rowatib ini adalah sholat sunnah sebelum fajar. Hal ini berdasarkan riwayat dari Aisyah r.a. bahwa ia berkata,

tidak ada sholat sunnah yang paling dijaga oleh Rosulullah selain dua rokaat fajar

Rosulullah juga bersabda :
Dua rokaat sholat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya

Adapun dalam pelaksanaannya Rosulullah mensunnahkan untuk memendekkan sholat sunnah fajar. Berdasarkan riwayat Shohih Bukhori dan Muslim Aisyah r.a. berkata :

Rosulullah selalu memendekkan sholat dua rokaat sebelum sholat subuh.

Dan perlu kita tahu, pada rakaat pertama setelah membaca Al Fatihah Rosulullah sering melanjutkannya dengan membaca surat Al Kafirun dan pada rakaat kedua dengan Al Ikhlash.